Mengenal Desa Kemiren
Asal mula kata Kemiren menurut para
sesepuh Desa, dahulu di Desa Kemiren saat pertama kali ditemukan, desa
tersebut masih berupa hutan dan terdapat banyak pohon kemiri dan duren (durian) sehingga mulai saat itu, daerah tersebut dinamakan “Desa Kemiren”.
Menurut sejarah masyarakat Desa Kemiren
berasal dari orang-orang yang mengasingkan diri dari kerajaan Majapahit
setelah kerajaan ini mulai runtuh sekitar tahun 1478 M. Selain menuju ke
daerah di ujung timur Pulau Jawa ini, orang-orang Majapahit juga
mengungsi ke Gunung Bromo (Suku Tengger) di Kabupaten Probolinggo, dan
Pulau Bali. Kelompok masyarakat yang mengasingkan diri ini kemudian
mendirikan kerajaan Blambangan di Banyuwangi yang bercorak Hindu-Buddha
seperti halnya kerajaan Majapahit. Kemudian masyarakat Kerajaan
Blambangan berkuasa selama dua ratusan tahun sebelum jatuh ke tangan
kerajaan Mataram Islam pada tahun 1743 M.
Desa Kemiren ini lahir pada zaman
penjajahan Belanda, tahun 1830-an. Awalnya, desa ini hanyalah hamparan
sawah hijau dan hutan milik para penduduk Desa Cungking yang konon
menjadi cikal-bakal masyarakat Osing di Banyuwangi. Hingga kini Desa
Cungking juga masih tetap ada. Letaknya sekitar 5 km arah timur Desa
Kemiren. Hanya saja, saat ini kondisi Desa Cungking sudah menjadi desa
kota. Saat itu, masyarakat Cungking memilih bersembunyi di sawah untuk
menghindari tentara Belanda. Para warga enggan kembali ke desa asalnya
di Cungking. Maka dibabatlah hutan untuk dijadikan perkampungan. Hutan
ini banyak ditumbuhi pohon kemiri dan durian. Maka dari itulah desa ini
dinamakan Kemiren. Pertama kali desa ini dipimpin kepala desa bernama
Walik. Sayangnya, tidak ada sumber jelas yang menceritakan siapa Walik.
Konon dia termasuk salah satu keturunan bangsawan.
Desa
Kemiren secara administratif termasuk, Kecamatan Glagah, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur dan secara historis geneologis-sosiologis masih
memperlihatkan tata kehidupan sosio-kultural yang mempunyai kekuatan
nilai tradisional Osing sehingga pada saat kepemimpinan Gubernur Jawa
Timur Basofi Sudirman, Desa Kemiren ditetapkan menjadi kawasan wisata
desa adat Osing. Osing merupakan salah satu komunitas etnis yang berada
di daerah Banyuwangi dan sekitarnya. Dalam lingkup lebih luas, Osing
merupakan salah satu bagian sub-etnis Jawa. Dalam peta wilayah
kebudayaan Jawa, Osing merupakan bagian wilayah Sabrang Wetan, yang
berkembang di daerah ujung timur Pulau Jawa. Keberadaan komunitas Osing
berkaitan erat dengan sejarah Blambangan (Scholte, 1927). Menurut
Leckerkerker (1923:1031), orang-orang Osing adalah masyarakat Blambangan
yang tersisa. Keturunan kerajaan Hindu Blambangan ini berbeda dari
masyarakat lainnya (Jawa, Madura dan Bali), bila dilihat dari
adat-istiadat, budaya maupun bahasanya (Stoppelaar, 1927).
Orang Osing menurut Andrew Beatty (dalam buku The Variety of Javanese Religion)
diduga mereka adalah keturunan sisa-sisa penduduk tahun 1768. Meskipun
dokumen sebelumnya tidak menyebutkan nama itu. Para ahli sejarah lokal
cukup yakin bahwa julukan ”Osing” itu diberikan oleh para imigran yang menemukan bahwa kata ”tidak” dalam dialek lokal adalah ”Osing”, yang berbeda dari kata ”ora” dalam bahasa Jawa. Orang yang sebenarnya Jawa itu kini disebut Osing saja atau juga disebut Jawa Osing. Bernard Arps menyebutnya sebagai basa Using atau basa Banyuwangen (dalam buku ”tembang in two traditions”)
Desa Kemiren telah ditetapkan sebagai
Desa Osing yang sekaligus dijadikan cagar budaya untuk melestarikan
keosingannya. Area wisata budaya yang terletak di tengah desa itu
menegaskan bahwa desa ini berwajah Osing dan diproyeksikan sebagai cagar
budaya Osing. Banyak keistemewaan yang dimiliki oleh desa ini
diantaranya adalah penggunakan bahasa yang khas yaitu bahasa Osing.
Bahasa ini memiliki ciri khas yaitu ada sisipan “y” dalam pengucapannya.
Seperti contoh berikut ini : madang (makan) dalam bahasa Osing menjadi “madyang“, abang (merah) dalam bahasa Osing menjadi “abyang“.
Masyarakat desa ini masih mempertahankan bentuk rumah sebagai bangunan
yang memiliki nilai filosofi. Adapun bentuk rumah tersebut meliputirumah tikel balung atau beratap empat yang melambangkan bahwa penghuninya sudah mantap,rumah crocogan
atau beratap dua yang mengartikan bahwa penghuninya adalah keluarga
yang baru saja membangun rumah tangga dan atau oleh keluarga yang
ekonominya relatif rendah, danrumah baresan atau beratap tiga yang melambangkan bahwa pemiliknya sudah mapan, secara materi berada di bawah rumah bentuk tikel balung.
Komentar
Posting Komentar